Kehalalan tape ketan

Posted: 2010/10/31 in Syariah
Tags:

TAPE

Dr. Ir. Anton Apriyantono

Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB

Yayasan Halalan Thoyyiban

Tape merupakan salah satu makanan terpopuler di Indonesia, banyak tersedia dimana mana, bahkan merupakan menjadi makanan favorit pada waktu lebaran di beberapa daerah. Akan tetapi, banyak sekali pertanyaan di seputar kehalalan tape ini mengingat tape mengandung alkohol dan alkohol merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada minuman keras sedangkan minuman keras adalah salah satu bentuk khamar yang keharamannya jelas. Dengan demikian, bagaimana dengan tape, apakah masuk kedalam kategori khamar? Mari kita diskusikan masalah tape ini dari berbagai segi.

Mengenai khamar, dalam menetapkan hukumnya yang pertama dikemukakan adalah hukum syar’inya, sedangkan ilmiah atau empiris (seperti adanya alkohol atau kadar alkohol) hanya bersifat mendukung saja. Dalam menetapkan hukum pun tidak hanya diambil satu dua dalil saja akan tetapi harus dilihat keseluruhan dalil karena semua dalil tersebut bersifat saling menguatkan dan melengkapi.

Dalil yang pertama dalam masalah khamar berbunyi “setiap yang memabukkan adalah khamar (termasuk khamar) dan setiap khamar adalah diharamkan” (Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar),
selanjutnya dalil yang kedua berbunyi “khamar itu adalah sesuatu yang mengacaukan akal” (pidato Umar bin Khattab menurut riwayat Bukhari dan Muslim). Dalam memahami kedua dalil ini maka yang harus disadari adalah ini berlaku bagi segala sesuatu yang biasa dikonsumsi seperti minuman beralkohol (alcoholic beverages), ganja (dilinting dan dirokok), hasis, morfin (disuntikkan), bubuk narkoba (dihirup), dll. Untuk sesuatu yang tidak biasa dikonsumsi seperti alkohol dalam bentuk murninya dan pelarut pelarut organik lainnya (alkohol atau etanol adalah salah satu jenis pelarut organik) seharusnya tidak terkena hukum ini karena mereka tidak dikonsumsi.

Akan tetapi, masalahnya jika dalilnya hanya yang dua itu saja maka akan banyak timbul pertanyaan diantaranya kalau hanya sedikit saja bagaimana? Nah, untuk itu ada kaidah fiqih lainnya yang dasarnya adalah hadis yang berbunyi “jika banyaknya memabukkan maka sedikitnya juga haram”. Jadi, kalau dalam kondisi biasa dikonsumsi bersifat memabukkan maka sedikitnya pun haram. Ada pertanyaan lagi, kan banyak orang yang kalau pun minum satu
gelas tidak akan mabuk? Jawabannya adalah kaidah fiqih lainnya yaitu “Islam mencegah segala sesuatu ke arah haram” atau “Islam selalu berusaha menutup lubang ke arah haram”, dengan demikian maka yang dijadikan patokan adalah
orang yang paling sensitif terhadap mabuk, bukan orang yang paling tahan. Ingat “la takrobu zinna”, janganlah engkau mendekati zina, mendekati saja tidak boleh apalagi berbuat zina. Dengan demikian, mencegah ke arah haram
itu yang harus kita lakukan.

Masalahnya, ada hal-hal lain yang berpotensi untuk berubah menjadi minuman memabukkan, mungkin saja pada kondisi diharamkan tersebut tidak bersifat memabukkan, akan tetapi sesuai dengan prinsip Islam yang mencegah ke arah haram maka ditetapkanlah hukum yang menjaga ke arah haram tersebut. Hal ini misalnya berlaku untuk jus, berdasarkan hadis maka jus buah (atau yang sejenis) yang disimpan pada suhu kamar dalam kondisi terbuka selama lebih dari dua hari termasuk kedalam khamar. Mengapa hal ini ditetapkan?, kelihatannya lagi-lagi tujuannya untuk mencegah terjadinya perdebatan di kemudian yang ternyata benar yaitu kalau batasannya hanya “mengacaukan
akal” maka orang akan berdebat jus buah yang difermentasi alkohol selama 3 hari kan masih belum bersifat memabukkan? Nah, dengan batasan dua hari itu maka dari sisi proses seharusnya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi
karena begitu melibatkan fermentasi alkohol jus buah lebih dari 2 hari, hasilnya adalah khamar. Ada jenis fermentasi lain tetapi biasanya memerlukan kondisi khusus, jika spontan begitu saja dan terjadi pada jus buah maka kemungkinan besar itu adalah fermentasi alkohol.

Apa cukup dalil-dalil itu? Ternyata masih ada dalil lain, hal ini juga untuk memudahkan untuk mengenali khamar, dasarnya adalah hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw sewaktu berbuka puasa disodori jus yang
sudah mengeluarkan gelembung (gas), ternyata Rasulullah saw menolaknya dan menyebutkan itulah minuman ahli neraka (khamar). Dari sini bisa disimpulkan salah satu ciri khamar yang dibuat dari jus buah atau yang
sejenisnya adalah adanya gas yang keluar dari jus tersebut (bukan gas karbondioksida atau CO2 yang sengaja ditambahkan seperti pada minuman berkarbonasi/carbonated beverages) yang berarti telah terjadi fermentasi
alkohol dan telah mencapai batas memabukkan berdasarkan batasan proses dan ciri-ciri produk.

Nah, masih ada lagi pertanyaan lain, jika begitu kalau kadar alkoholnya hanya 1 persen seperti pada minuman shandy, apakah halal? Lagi-lagi hukum syar’i disini yang lebih kena untuk menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi untuk menerapkannya harus tahu dulu bagaimana proses pembuatan minuman shandy tersebut. Ternyata minuman shandy dapat terbuat dari bir ditambah air, flavor dan karbon dioksida. Bir jelas haramnya karena termasuk kedalam kelompok minuman beralkohol (alcoholic beverages), hal ini ditetapkan atas dasar kesepakatan yang merujuk pada dalil-dalil yang telah disebutkan diatas. Karena minuman shandy dibuat dari bir maka hukumnya haram berdasarkan kaidah fiqih “apabila bercampur antara yang halal dengan yang haram maka akan dimenangkan yang haram”, jadi suatu makanan atau minuman jika tercampur atau dibuat dengan barang yang haram maka berapapun campurannya atau berapapun sisanya maka makanan dan minuman tersebut hukumnya tetap haram. Hal ini berlaku karena dalam pembuatan makanan pencampuran tersebut bisa berlangsung merata ke seluruh bagian makanan.

Bagaimana dengan tape? Coba kita kaji dengan dalil-dalil yang telah dijelaskan diatas:

1. Apakah tape yang baru jadi (masih segar) bersifat memabukkan? Belum ada yang melaporkan bahwa tape yang baru jadi ini memabukkan.

2. Apakah tape dibuat dari jus yang diperam lebih dari dua hari? Memang bukan dibuat dari jus, akan tetapi begitu tape (khususnya tape ketan, tidak berlaku bagi peuyeum bandung yang selalu keras) disimpan pada suhu ruang maka akan terbentuk jus yang bisa dianalogikan dengan jus buah-buahan yang tidak boleh diperam lebih dari dua hari, dengan demikian tape ketan juga sama, tidak boleh disimpan pada suhu ruang lebih dari dua hari (dihitung dari mulai jadi tape) karena pada hari ketiga sudah bisa digolongkan kedalam khamar.

3. Apakah terbentuk gelembung? Jika tape ketan disimpan lebih dari dua hari biasanya terbentuk cairan yang mengeluarkan gelembung dan busa. Ini merupakan tanda bahwa tape tersebut sudah tidak boleh dikonsumsi lagi
karena bisa dianalogikan dengan jus yang ditolak oleh Rasulullah saw karena sudah terlihat adanya gelembung.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tape ketan tidak boleh disimpan pada suhu ruang lebih dari 2 hari karena lebih dari itu bisa dimasukkan kedalam kategori khamar. Akan tetapi, bagaimana dengan kadar alkoholnya? Baru-baru ini ada hasil penelitian mengenai tape ketan yang dilaporkan di jurnal ilmiah International Journal of Food Sciences and Nutrition volume 52 halaman 347 357 pada tahun 2001. Pembuatan tape ketan dilakukan di lab mengikuti cara tradisional, tapi terkontrol dimana 200 g beras ketan dicuci, direndam selama 2 jam, dikukus 10 menit. Beras ketan
lalu dibasahi dengan air dengan cara merendamnya sebentar dalam air, dikukus lagi 10 menit, didinginkan, lalu diinokulasi (ditaburi) dengan 2 g starter (ragi tape merek Tebu dan NKL), dimasukkan kedalam cawan petri
steril, lalu difermentasi pada suhu 30 derajat Celsius selama 60 jam. Berikut adalah kadar etanol yang diperoleh berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kit yang diperoleh dari Boehringer Mannheim: kadar etanol (%)
pada 0 jam fermentasi tidak terdeteksi, setelah 5 jam fermentasi kadar alkoholnya 0.165%, setelah 15 jam 0.391%, setelah 24 jam 1.762%, setelah 36 jam 2.754%, setelah 48 jam 2.707% dan setelah 60 jam 3.380%. Dari data
tersebut terlihat bahwa setelah fermentasi 1 hari saja kadar alkohol tape telah mencapai 1.76%, sedangkan setelah 2.5 hari (60 jam) kadarnya menjadi 3.3%, bisa dibayangkan jika dibiarkan terus beberapa hari, bisa mencapai berapa %? (memang tidak akan naik terus secara linear, akan mencapai kadar maksimum pada suatu saat). Padahal, komisi fatwa MUI telah berijtihad dan menetapkan bahwa minuman keras (khamar) adalah minuman yang mengandung alkohol 1% atau lebih, sedangkan tape ketan yang dibuat dengan fermentasi 1 hari saja kadar alkoholnya telah lebih dari 1%. Jika batas kadar alkohol yang diterapkan pada minuman ini diterapkan pada tape maka jelas tape ketan tidak boleh dimakan karena kadar alkoholnya lebih dari 1%. Tentu saja nanti akan ada yang mempertanyakan, bukankah tape itu makanan padat sedangkan minuman keras itu suatu cairan sehingga tidak sama antara makanan padat dan minuman. Pertanyaan ini sah sah saja, akan tetapi jika digabungkan antara kaidah kaidah yang berlaku pada khamar terhadap tape dan fakta kadar alkohol tape ketan maka tetap saja tape ketan ini rawan dari segi kehalalannya.

Walaupun demikian, perlu diketahui bahwa belum ada fatwa mengenai tape ini. Oleh karena itu pilihan ada di tangan masing-masing, mana pendapat yang akan diikuti. Apabila ingin menjaga dari hal-hal yang meragukan maka menghindari makanan yang meragukan (syubhat) adalah yang utama.

Jadi, yang dipermasalahkan disini khususnya adalah tape ketan, kalau peuyeum Bandung insya Allah tidak bermasalah karena selalu keras. Tape singkong (peuyeum) akan lebih banyak kandungan alkoholnya bila dibuat dengan cara ditumpuk, dengan cara ini kondisi lebih bersifat anaerobik; jadi sesuai dengan fenomena “Pasteur Effect” maka produksi alkohol menjadi lebih banyak. Bila dibuat dengan cara digantung seperti yang terjadi pada peuyeum Bandung, maka cenderung lebih manis, karena lebih aerobik. Pada kondisi yang lebih aerobik ini, yeast (ragi) cenderung lebih banyak
menghasilkan amilase dan atau amiloglukosidase, dua enzim yang bertanggung jawab dalam penguraian karbohidrat menjadi glukosa dan atau maltosa. Oleh sebab itu relatif lebih aman membeli tape gantung atau peuyeum Bandung. Akan tetapi, untuk jenis tape singkong lainnya ya perlu hati-hati, khususnya kalau sudah berair, itu sudah meragukan karena mungkin sudah mengandung alkohol yang relatif tinggi. Menghindari tape singkong yang sudah berair adalah yang sebaiknya.

Wallahu ‘alam bish shawab.

Comments
  1. ani says:

    MUI telah meneliti permasalahan ini, dan ternyata meskipun mengandung alkohol sampai 7-10%, akan tetapi tidak ada satupun pihak yang melaporkan bahwa tape memabukkan. Oleh sebab itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat memfatwakan bahwa tape (tape ketela, tape ketan, brem Madiun, dll.) hukumnya adalah halal.
    Begitu pula dengan buah-buahan yang mengandung alkohol tinggi (4-8%) seperti : durian, lengkeng, sirsak, nangka, dll. Ternyata tidak ada satupun ayat Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. yang mengharamkan buah-buahan tersebut. Mengapa? Karena ketika kita konsumsi dalam jumlah banyak, ternyata hal tersebut tidak menjadikan kita mabuk atau kehilangan akal/kesadaran.
    Sebaliknya, meskipun tidak mengandung alkohol sama sekali (benarkah?!), akan tetapi, karena Bir Bintang 0% alkohol dan Greensand 0% alkohol tetap memabukkan, maka kedua jenis produk tersebut dihukumi haram oleh MUI Pusat.
    Mengapa MUI Pusat menghukumi kedua jenis produk tersebut haram? Alasannya adalah kedua jenis produk tersebut memenuhi salah satu kaidah fiqih dalam penetapan hukum (haram) :
    1. Al hukmu yadluru ma’al illati (Hukum itu ditetapkan karena ada sebab). Karena beberapa pihak melaporkan bahwa ternyata ketika mengkonsumsi Bir Bintang 0% alkohol atau Greensand 0% alkohol tetap merasa mabuk, maka kedua jenis produk tersebut akhirnya dihukumi haram!
    2. Al washilatu illa haramun haram (Segala sesuatu yang menyerupai suatu produk haram maka dihukumi haram). Oleh sebab itu, pengimitasian pada produk haram (bir) menjadikan kedua jenis produk tersebut dihukumi haram!

    BAGAIMANA KALAU SEDIKIT
    Beberapa jenis obat flu cair, seperti : OBH, OBH Combi Plus, Woods, Benadryl, Viks, Viks Formula 44, Tonikum Bayer, dll. ternyata mengandung alkohol atau etanol. Di antara produk tersebut ternyata ada yang mengandung alkohol atau etanol hingga 6 % (bahkan ada yang lebih). Untuk itu, MUI Pusat meminta umat Islam untuk memilih jenis obat lain yang tidak menggunakan alkohol sebagai pelarut. Dengan kata lain, obat-obat jenis tersebut di atas digolongkan haram. Mengapa? Khan, alkoholnya hanya sedikit dan pasti tidak memabukkan. Hal tersebut memang benar, tetapi harap dicatat bahwa asal dari bahan alkohol (atau etanol) yang dicampurkan adalah alkohol/etanol murni yang bila dikonsumsi memabukkan. Nah, meskipun sedikit, tetapi karena ditambahkan pada obat tersebut, maka obat flu cair tersebut dihukumi haram. Hal ini mengacu pada hadits Nabi SAW. yang menyebutkan :
    “Minuman apapun kalau banyaknya memabukkan, maka (minum) sedikit (dari minuman itu) juga haram” (HR. Bukhary dan Muslim)
    Selain itu, Rasulullah SAW. juga bersabda : “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, dan menjadikan untuk kamu bahwa tiap-tiap penyakit ada obatnya. Oleh karena itu, berobatlah, tetapi janganlah berobat dengan sesuatu yang haram” (HR. Abu Daud).
    Serta dikuatkan oleh hadits : “Khamr itu bukan obat, tapi penyakit” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
    Kanjeng Nabi SAW. sendiri mengatakan bahwa khamr bukanlah obat (tapi penyakit), nah kenapa kita lebih percaya pada teman (yang bukan Rasul utusan Allah), lebih-lebih dukun! Na’udzu billaahi min dzaalika! Sebagai hamba Allah yang beriman, maka sudah sepatutnyalah kita mempercayai kata-kata (sabda) Nabi SAW. Kita harus selalu haqqul yaqin (sangat yakin) bahwa Sabda Nabi SAW. adalah selalu benar.

    ADAKAH PRODUK LAIN YANG MENGGUNAKAN KHAMR
    Ada beberapa produk yang tidak kita sangka ternyata mengandung khamr. Produk-produk tersebut di antaranya adalah :
    1. COKLAT yang mengandung khamr, seperti alkohol, etanol, brandy, whisky, kirsch, spirit, wine, dll.
    2. KUE & ROTI yang menggunakan khamr berupa RHUM, seperti yang sering diperguna-kan pada : roti Black Forest, cake, sus fla, dll.
    3. BAKMIE & SEA FOOD yang menggunakan khamr berupa ANGCIU, seperti pada : masak-an ikan (sea food), Chinese food, Japanese food, bakmie ikan, dll.
    Selain Ang Ciu (Arak Merah), jenis khamr lain yang sering dipergunakan dalam aneka masakan adalah : Arak Putih, Arak Mie, Arak Gen-tong, Sari Tape, dan juga tentunya Mirin dan Sake (di Jepang). Tentunya, karena termasuk dalam golongan khamr, seluruh jenis arak tersebut di atas HARAM dipakai sebagai salah satu bahan dalam masakan (QS. Al Maa’idah : 90).
    Wahai Saudaraku seiman! Marilah kita lebih berhati-hati dengan setiap makanan/minuman yang masuk ke dalam tubuh kita dan keluarga kita. Janganlah sampai kita menyesal karena telah melakukan perbuatan nista tanpa kita sadari (karena kita mabuk). Untuk itu, satu-satunya jalan untuk selamat adalah mengikuti Syari’at Islam secara kaffah dan janganlah kita mengikuti langkah-langkah Syaiton, karena syaiton adalah musuh yang nyata bagi kita semua.

    Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P.
    Dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta dan Mantan Sekretaris Eksekutif/Auditor Halal LPPOM MUI Propinsi DIY

Leave a comment